Kandungan tumbuhan tuba sangat banyak. Tuba memiliki kandungan zat
beracun yang banyak terdapat di dalam akar tuba. Zat beracun terpenting yang
terkandung pada akar tuba adalahrotenon/tubotoxin dengan kadar yaitu 0,3-12%,
secara kimiawi digolongkan ke dalam kelompok flavonoid. Zat-zat beracun lainnya
adalah deguelin (0,2-2,9 %), elliptone (0,4-4,6%) dan toxikarol (0-4,4%),
tetapi belum pernah digunakan sebagai insektisida karena kandungannya dalam
akar tuba sangat rendah (Martono et al., 2004). Menurut Isroi (2008), rotenon
dapat digunakan sebagai moluskisida untuk membasmi moluska seperti siput maupun
keong, insektisida untuk membunuh insekta seperti serangga, nyamuk, lalat dan
hama pada tanaman dan sebagai akarisida untuk membasmi hewan berkaki lebih dari
empat seperti tungau, caplak dan pinjal.
Rotenon merupakan insektisida alami yang kuat, titik lelehnya 1630C,
larut dalam alkohol, karbon tetraclorida, kloroform dan pelarut organik lainnya
(WHO, 1992). Bahan aktif rotenon mempunyai beberapa sifat yaitu sangat beracun
terhadap ikan dan serangga, bekerja sebagai racun perut dan kontak, serta
residu tidak persisten (Ratnawati, 1986).
Toksisitas rotenon lebih tinggi pada ikan dan serangga karena
toksisitasnya lebih tinggi melalui insang atau trakea, tetapi pada mamalia
tidak mudah melalui kulit atau melalui saluran pencernaan. Kematian pada
manusia dan mamalia yang disebabkan rotenon jarang terjadi karena efeknya
menyebabkan muntah (WHO, 1992).
Sebagai racun perut rotenon akanmasuk ke dalam tubuh melalui mulut karena
insekta maupun ikan biasanya mengambil makanan dari tempat hidupnya, sehingga menghalangi
ikatan enzim Nikotinamida Adenin Dinukleotida (NADH) dengan sitokrom
c-reduktase dan sitokrom komplek yang berada di dalam mitokondria, akibatnya
sel kehilangan energi dan pernafasan sel akan terhenti. Sebagai racunkontak
rotenon juga dapat masuk ke dalam tubuh insekta maupun ikan melalui kulit dan
masuk ke dalam sel-sel epidermis yang selalu mengalami pembelahan dalam proses
pergantian kulit, sehingga sel-sel epidermis mengalami kelumpuhan (paralisis) dan
akhirnya mati. Sebagai racun pernafasan rotenon dapat masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernafasan yang kemudian akan diteruskan melalui pembuluh atau tabung
trakea yang bercabang-cabang sampai mencapai jaringan tubuh (otot dan saraf).
Rotenon yang masuk ke dalam tubuh akan menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan
secara selektif menyerang sistem saraf pusat sehingga sel-sel saraf akan mengalami
kelumpuhan yang diakhiri dengan kematian (Sayono et al., 2010).
Beberapa produk komersial menambahkan bahan sinergis untuk meningkatkan
kinerja rotenon dengan mencampurkan piretrin, tembaga atau belerang (Novizan,
2002). Rotenon diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO, 2011), sebagai
insektisida kelas II dengan tingkat bahaya menengah. Rotenon sangat cepat rusak
di air dan di tanah, dalam waktu 2-3 hari dengan paparan sinar matahari seluruh
racun rotenon akan hilang.